Analisis Kebudayaan | Agama Tradisional suku Naulu
MAKALAH
AGAMA LOKAL
“AGAMA TRADISIONAL SUKU NAULU”
“AGAMA TRADISIONAL SUKU NAULU”
DISUSUN OLEH :
MAULANA AKBAR R (11150321000042)
FAKULTAS USHULUDDIN JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat, karunia, serta kasih sayang terbesar-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Agama Tradisional Suku Naulu”.Makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama-Agama Lokal.. Selain itu sebagai upaya untuk membuka wawasan para masyarakat dan khususnya mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk meningkatkan intelektual rakyat banyak..
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi memperbaiki makalah ini untuk penulisan lain di kemudian hari.Semoga makalah ini dapat mendatangkan manfaat bagi kita semua. Sekian dan terimakasih.
B. Rumusan Masalah
1. Sejarah dan asal usul Suku Naulu
2. Pokok ajaran kepercayaan Suku Naulu
3. Upacara kegamaan Suku Naulu
4. Adat dan Etika Suku Naulu
5. Interaksi Kepercayaan Suku Naulu dengan agama-agama lain
6. Video ttg Suku Naulu
C. Tujuan Makalah
7. Menghetahui Sejarah dan asal usul Suku Naulu
8. Menghetahui Pokok ajaran kepercayaan Suku Naulu
9. Menghetahui Upacara kegamaan Suku Naulu
10. Menghetahui Adat dan Etika Suku Naulu
11. Menghetahui Interaksi Kepercayaan Suku Naulu dengan agama-agama lain
12. Menghetahui Video ttg Suku Naulu
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah dan asal usul Suku Naulu
1. Pulau Seram Tempat Tinggal orang Naulu
Pulau Seram adalah pulau yang mempunyai luas kira-kira 18.625 KM. Pulau Maluku terletak di Wilayah Indonesia bagian Timur mempunyai posisi geografis yang strategis, yang terletak memanjang dari utara ke selatan pada 3° Lintang Utara 9°Lintang Selatan dan dari barat ke timur 124° Bujur Timur dan 137° Bujur Timur. Luas daerahMaluku ± 85.728 km dan terdiri dari 999 buah pulau. Pulau Seram adalah pulau yang tertua struktur geoligisnya dibandingkan pulau lainnya di daerah Maluku. Pulau Seram yang terkenal oleh penduduk Maluku Tengah dengan sebutan “NUSAINA” atau “PULAU IBU” adalah merupakan pusat penyebaran penduduk ke pulau-pulau sekitarnya antara lain pulau Ambon, pulau Haruku dan pulau Saparua pulau ini adalah pulau terbesar di Provinsi Maluku. Pulau Seram teridir dari 9 kecamatan, yaitu sebagai berikut:
a. Kecamatan Timur ibukota Geser
b. Kecamatan Seram Barat 1 ibu kota Piru
c. Kecamatan barat 2 ibukota Kairatu
d. Kecamatan Taniwel IbuKota Taniwel
e. Kecamatan Tehoru Ibukota Tehoru
f. Kecamatan Bula Ibukota Bula
g. Kecamatan Seram Utara Ibukota Wahai
h. Kecamatan Wariname Ibukoata Wariname
Suku Naulu ini terletak di kecamatan Amahi, kampong lama/Yuhisiro dan Bonara. Kata Naulu berasal dari dua kata yaitu nuayang berarti air, dan ulu yang berarti kepala. Jadi kata Naulu adalah mempunyai arti suku yang mendiami kepala air Nua/sungai Nua. Penamaan suku Naulu dilatar belakangi oleh tempat tinggal nenek moyang mereka sungai Nua yang bersumber di gunung Manusela dan terbagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Nua ulu yang bermuara ke Seram Utara. 2. Nua Ulu yang bermuara ke Marakiri.[2]
Pada zaman dahulu, telah terjadi perselisihan diantara klan, dan mengakibatkan para kepala suku bersepakat untuk pindah ke pantai, tetapi mareka masih dalam keadaan bingung dalam memilih pantai yang akan menjadi tempat tinggal mereka. selain tempat, mereka juga mencari arah matahari yang akan menjadi acuan mereka, dari mana matahari terbit dan diamana matahari terbenam. Kemudian masing-masing kepala suku berbutan tempat, sehingga mengakibatkan mereka berselisih lagi dan mereka pu kembali ke Pia Weno di Amatrino. Setelah lama mereka tinggal di tempat itu, kemudian merka melakukan hubungan dengan raja Sepa, dan memohon untuk hidup berdampingan, sang raja pun tak keberatan dengan permintaan mereka, asalkan mereka memenuhi syarat-syarat yang diajukan oleh Raja. Syarat-syarat itu ialah:
a. Kebiasaan atau adat suku Naulu yang suka memotong kepala manusia supaya dihilangkan dan diganti dengan kain merah(berang) dan piring tua serta tikar sebagai pembungkus orang yang meninggal.
b. Baileu atau rumah adat yang biasanya dipakai untuk rapat-rapat supaya dipindahkan dari tepi pantai(lambat lama) ke tempat baru dan tiang leewaka ditanggung oleh suku naulu.
Sejak saat itulah sudah tidak ada lagi Suku Naulu yang memotong kepala manusia dan Baeleu sepu dibangun secara gotong royong oleh Suku Naulu. Dalam suku ini terdapat kabta atau semacam kaidah-kaidah atau mantra-mantra yang mengambarkan persahabatan antara Suku Naulu dengan Raja Sepa: Toutoya be lete ei lete, eilete nunusaku o paratane.Maksudnya, sebeleum Suku Naulu bertemu dengan Raja Sepa di pantai Naulu laksana hewan yang berkeliaran di pantai
Pola perkampungan mereka biasanya berupa rumah-rumah yang berderet di sepanjang kiri kanan jalan utama kampung. Setiap rumah yang memiliki anak gadis yang siap untuk dicarikan jodoh mendirikan sebuah bangunan sakral kecil yang mereka sebut posuno. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan spritual umum mereka mendirikan sebuah bangunan sakral untuk memuja roh kakek dan nenek moyang. Bangunan itu disebut suwane. Selain itu mereka mempunyai sebuah balai adat yang digunakan untuk musyawarah adat yang dinamai baileo.
2. Pokok ajaran kepercayaan Suku Naulu
a. Konsepsi tentang Tuhan
Suku Naulu percaya dengan adanya Allah oleh karna itu segala sesuatu yang mereka inginkan mereka langsung berdoa kepada Allah SWT yang mereka sebut Upu Kuanahatana atau Upu Allah SWT. Upu ini adalah kepercayaan yang paling tertinggi bagi Suku Naulu dalam kabata misalnya disebutkan [3]
“Eh Upu Kuanahatana nante tuaman yaupu amomo, kalu bole aue malisene kuakahue Irene pakarian duna sanan duna salam tanka weundo kuakarane supaya upare huru amahai sakahannusanaunda”.
Maksud dari doa tersebut adalah mereka memohon kepada Upu kuanahatana agar mereka diberikan keselamatan kebaikan di dunia untuk dirinya sendiri dan orang lain, d0
Sebelum melakukan doa tersebut mereka pun harus melakukan upacara terlebih dahulu seperti menyiapkan sesajen yang terdiri dari makana, sirih, buah pinang, tembakau, kapur dan beberapa jenis daun tertentu yang diletakan diatas piring tua. Kemudian mereka harus mengundang para ketua adat yang nantinya ketua adat tersebut harus berdiri ditengah pintu sambil membacakan kabata atau yang sejenis dengan hal itu dalam sumpahpun mereka menyebut nama Upu kuahanatana seperti “ Upu kuahanatana atau Upu Allah SWT” sambil menunjukan telunjuknya keatas.
b. Mite penjadian, Ada beberapa mite dalam proses kejadian alam, berikut adalah proses mite penjadian:
1. Awalu, (Upu Kuanahatan) menjadikan nunusaku.Nunusaku adalah suatu hal yang berpribadi. Dari nunusaku inilah menjelmaseorang pribadi bentuk laki-laki. Pada suatu waktu, terjadi hubungan antara seorang pribadi yang berbentuk laki-laki dengan seorang wanita yang berasal dari kayangan (langit). Dari hubungan kedua lawan jenis ini lahirlah manusia-manusia, seperti Tala, Eti dan Sapalewa. Dengan izin Upu Kuanahatana darah yang mengalir dari kelahiran Tala, Eti dan Sapalewa itu menjadi danau. Kemudian danau itu mengalir menjadi tiga sungai yaitu:
a. Sungai yang mengalir ke utara bernama Sapalewa
b. Sungai yang mengalir ke selatan bernama Tala
c. Sungai yang mengalir ke barat bernama Eti. Dari sinilah kemudian manusia dan alam berkembang hingga saat ini.
2. Upu Kuanahatana menciptakan langit sebagai pribadi laki-laki(adam) dan bumi sebagai pribadi perempuan (hawa). Dari persentuhan kedua pribadi tersebut, lahirlah benda-benda alam yang lain. Dalam proses terjadinya bumi dan segala isinya. Setelah terjadi semua isi bumi, Upu Kuanahatana menurunkan maatope dari langit. Ketika maatope diturunkan dari langit dengan tali seperti benang sutra yang sangat halus, mengingat bumi dimana tempat turunnya maatope ini masih cair maka tiba-tiba berubah menjadi padat, dan akhirnya maatopemaanawa yakni maatope laki-laki. Setelah itu Upu Kuanahatana menciptakan maatope hihina (perempuan) dari langit, langsung diturunkan ke bumi . dari maatope Maanawa dan maatope hihina inilah berkembangnya manusia.
Bukti bahwa maatope/Upu Ama itu keluar dari Nunusaku ialah karena adanya kabata yang berbunyi “he le te Nunusaku”intinya dari ungkapan kabata ini Maatope berasal dari Nunusaku.[5]
Dalam tradisi memotong kepala manusia yang diseprcayai dapat menjaga rumah adat milik mereka, tradisi ini diyakini bahwa jika tidak mendapatkan kepala manusia sebagai persembahanm maka dapat mendatangkan musibah bagi suku ini. Tidak hanya itu, bahkan dalam tradisi nenek moyangnya, apabila seorang raja hendak mengangkat menantu laki-laki, maka sang calon harus menunjukan kejanntannya dengan mempersembahkan kepala manusia sebagai mas kawinnya.
b. Upacara masa puber
Masa puber adalah suatu masa peralihan bagi seorang anak dari sifat kekanak-kanakan ke usia dewasa. Dalam Suku Naulu masa ini akan di meriahkan dengan membuat upacara secara besar-besaran.
Jika orang tua yang memiliki anak usia 10-12 tahun, maka anak itu harus mengenakan cidako yaitu selembar kain yang berfungsi menutup bagian pusar ke bawah dan kebelakangnya berfungsi untuk mengikat pinggang. Upacara cidako ini dimeriahkan dengan berbagai upacara kesenian dan sajian-sajian makanan yang beraneka ragam, dan inti dari upacara ini adalah untuk memberikan bekal ketangkasan, keterampilan serta kemampuannya untuk menghadapi tugas-tugas berat yang di alami oleh orang dewasa. terhadap anak-anak yang mau mnginjak usia dewasa. Pembekalan itu dilakukan dengan menguji seseorang untuk pergi ke hutan dan ia harus bisa mengkap binatang buas, ketika pengujian itu berlangsung seorang anak akan di bombing oleh orang tua mereka dan para tertua adat.
Dikalangan Suku Naulu terdapat dua macam perkawinan, yaitu:
1. Kawin minta (Iai Sosinai)
Sebagaimana lazimnya sebuah pesta perkawinan, Suku Naulu pun memiliki upacara adat istiadat yang tidak jauh berbeda dengan adat perkawinan pada umumnya, seperti harus adanya maskawin dari mempelai laki-laki yang diberikan terhadap mempelai perempuan dan besarnya maskawin tergantung pada kemampuan mempelai laki-laki, namun dalam Suku Naulu ada keharusan yang diebrikan dari pihak laki-laki kepada mempelai peempuan, seperti 5 meter kain berang dan 5 buah piring tua.[6]
Upacara perkawinan dilaksanaka di rumah mempelai perempuan, dan mempelai laki-laki di antar oleh seluruh keluarga dan kerabatnya menuju tempat dimana acara akan dilangsungkan dengan memakai pakaian adat setempat dan diringi dengan berbagai bunyi-bunyian, kemudian disandingkan dengan mempelai perempuan. Pada kesokan harinya kedua pengantin diantar oleh kerabat terdekatnya ke rumah orang tua laki-laki. Di rumah laki-laki akan diadakan upacara nuhun yaitu pernikahan ulang dengan penekanan acara pada pemberian nasihat-nasihat kepada kedua mempelai yang disampaikan oleh orang tua masing-masing dan tertua adat.
Setelah upacara nuhun ini berlangsung, merika dapat memilih salah satu dari tiga hal, yaitu: pertama, tinggal di rumah orangtua laki-laki, kedua tinggal di rumah orangtua perempuan dan ketiga tinggal di rumah sendiri.
2. Kawin masuk (kona upu)
Adat istiadat dalam kuna upu adalah sebagai berikut:
· Sejak diputuskannya penerimaan peminangan dari pihak prempuan terhadap mempelai laki-laki, pihak laki-laki diperbolehkan tinggal di rumah perempuan.
· Waktu pernikahan ditentukan oleh pihak perempuan,
· Semua biaya pernikahan ditanggung sepenuhnya oleh pihak perempuan,
· Nuhun (pernikahan) dan pesta pernikahan diadakan di rumah perempuan,
· Setelah keduanya melangsungkan pernikahan, mereka di haruskan untuk tinggal di rumah perempuan.[7]
Kawin masuk yang biayanya di tanggung oleh pihak perempuan ini mempunyai arti tersendiri, yaitu, agar pihak laki-laki bertanggung jawab kepada keluarga perempuandan menjaga sepenuhnya orangtua perempuan sampai mereka meninggal dunia. Setelah orangtua perempuan meninggal dunia, barulah mempelai laki-laki di berilah pilihan sebagai beriut:
1.tetap tinggal di rumah itu
2. membangun rumah baru
3. kembali ke rumah orang tuanya.
Dalam Suku Naulu, seorang ibu yang melahirkan dianggap dirinya dalam keadaan kotor, oleh karena itu setiap wanita yang mealhirkan akan diasingkan ke sebuah rumah kecil yang di bangun di belakang/samping rumah yang mereka sebut dengan Pasumo[8].
Sebelum ibu yang melahirkan ke luar dari pasumo, maka mereka harus mengadakan pesta Nuhune yaitu pesta adat khusus bagi perempuan yang baru melahirkan. Pesta ini merupakan suatu keharusan untuk dilaksanakan dan dibuat sesuai dengan kemampuan masing-masing, oleh karena itu, jika dalam waktu 50 hari keluarga si ibu belum mempunyai atau belum mampu melaksanakan pesta tersebut, maka ibu yang melahirkan harus tetap tinggal di dalam Pasumo tersebut sampai ia mampu melaksanakan pesta Nuhune.
Jika sudah bisa mengadakan upacara, orang tua harus memintakan kesedihan orang-orang tua adat perempuan atau keturunan dari maatope Hibina untuk memandikan si ibu dengan anaknya, sehari sebelum upacara di mulai, orang tua adat yang akan memandikan dan keluarga yang bersangkutan harus melakukan puasa.
Upacara cukur rambut atau di kenal dengan nama O mane bua minna, upacara ini diadakan pada saat anak berusia 5-6 tahun. Apabila anak sudah berusia 6 tahun tapi keluarga tersebut belum mampu mengadakan upacara ini, maka akan diadakan denda kain berang kepada rumah adat.
Dalam upacara ini, rambut si anak di cukur habis, karena dalam kepercayaan mereka, rambut yang terbawa sejak lahir tidak boleh di bawa sampai besar, karena sifat kekanak-kanakan yang tidak baik, harus ditinggalkan bersama dengan semua rambut yang di cukur itu dan sifat-sifat baik dalam kebesarannya diharapkan ada pada saat ia dewasa kelak.
Pada masyarakat suku Naulu tradisi mencukur rambut merupakan peristiwa sekali dalam seumur hidup, setelah dewasa rambut seseorang tidak boleh di cukur lagi, apalagi dalam peraturan adat mereka dalam melaksanakan uapacara balieu seseorang tidak boleh berkepala gundul, aturan ini tidak boleh di langgar karena perintah dari maatope.
Jika diantara mereka ada yang meninggal, mereka pun mengenal berbagai upacara kematian, jik seseorang yang meninggal karena penyakit yang telah diderita terlalu lama, maka mayatnya harus dimandikan. Bila suami yang meninggal maka istrinya lah yang harus memandikan, begitupun sebaliknya, jika istri yang meninggal maka suami harus memandikan[9].
Bagi keluarga yang mampu, mayatnya dibungkus dengan kain berang, lapisan kedua dengan beberapa lembar kain sarung dan lapisan terakhir dibungkus dengan tikar.Cidako yang dulu dipakai pada masa pubernya diikut sertakan kemudian diberikan do’a-do’a yang biasanya dibawa oleh orang tua adat.
Orang yang diperbolehkan membawa mayat ke kuburan hanya empat orang tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang. Pemakaman mayat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut:
1. Bagi wanita yang meniggal dalam keadaan datang bulan, maka mayatnya di kubur di dalam tanah
2. Bagi wanita yang meninggal dalam keadaan suci dari haid, atau semua mayat yang berjenis kelamin laki-laki, diletakan di atas para-para berukuran 2x2m dan tinggi 2m yang di beri pagar sekelilignya.
Pemakaman orang – orang biasa dengan kepala-kepala soam itu dipisahkan.
3. Adat dan Etika Suku Naulu
Saku naulu adalah suku yang sangat menghormati tamu-tamunya. Jika ada tamu yang berkunjung ke rumahnya, mereka langsung mengucapkan tabea (menghormat dan mempersilahkan). Di dalam rumah masyarat Suku Naulua selalu tersedia daun sirih, buah pinang, kapur dan lain-lain sebagai persediaan pertama untuk menghormati tamunya.
Mereka sangat senang sekali jika tamunya dapat memakan sirih atau pinang yang telah disediakan. Prinship mereka dalam menjamu tamu adalah, jika tamu datang dengan senang riang gembira, maka pulangnya pun harus seperti itu.
b. Bertemu
Jika bertemu dengan temannya di dalam hutan da kebetulan ia sedang memegang daging, kemudian temannya menyapa kemana atau dari mana, maka yang bertanya dianggap membutuhkan daging tersebut, tanpa diminta daging itu sksn diberikan paa orang yang bertanya tersebut. Jika daging rusa yang di bawanya, maka setelah sampai rumah harus di jualnya sedikit, jika daging babi yang di bawa maka semua tetanggaya akan kebagian.
Suku Naulu senang makan bersama keluarga, jika merema mau memulai makan, maka diharuskan memakai baju terlebih dahulu. Makanan dihidangkan di atas tikar yang digelar diatas tanah. Ketika semua keluarga telah berkumpul dan menghadap makanan, masing-masing dari mereka membaca “eh Upu Tabea”(penhormatan kepada Uou Kuanahatana).
Jika seseorang terluka, atau kena penyakit sakit kepala, sakit perut, dan lain-lain. Mereka berkeyakinan bahwa penyakit-penyakit itu dapat disembuhkan dengan ludah orang-orang tua adat. Dengan mengharapkan bantuan dari Upu Kuanahatana, melalui ludah yang dioleskan pada penderita sakit tersebut. Khusus bagi pengantin baru, ludah pertamanya di simpan di tempat khusus hingga mereka mempunyai anak kelak.
Kain berang merupakan pertanda kedewasaannya seseorang , karena seseorang dapat memakai kain merah atau kain berang ini setelah ia melalui upacara masa puber, bukan hanya itu, denda atas suatu pelanggaran di tebus dengan kain berang dan juga kain berang ini merupakan penghormatan pada seorang ibu yang baru saja melahirkan. Ketika seorang ibu melahirkan otomatis dia menumpahkan darah yang banyak. Dan kain yang berwarna putih bagian dari sidako yang dipakai ketika upacara masa puber, sebagai lambing bahwa ayah yang telah memberikan energy kepada ibu yang menyebabkan adanya manusia[10].
diakses pada tanggal 09 mei 2016 dari https://www.google.com/search?q=rumah+adat+suku+naulu&client=firefox-beta&rls=org.mozilla
Baeleu merupakan bangunan besar dalam kehidupan masayarakat Naulu. Baeleu dapat berfungsi sebagai: pertama, baeleu sebagai rumah adat, tempat untuk membicarakan masalah-masalah adat istiadat atau acara-acara lain. Segala persoalan-persoalan adat dibicarakan dan diputuskan di Baeleu. Dan bangunan ini pun dipercaya tempat berkumpul kebaikan. Semua upacara pesta adat dilaksanakan di baeleu, seperti:
a. Titalano (upacara masuk baeleu)
b. Cikalele (upacara tarian setelah masuk baeuleu)
Kedua, baeuleu sebagai musieum, semua barang-barang yang berharga yakni warisan-warisan dari nenek moyang, demikian juga dengan barang-barang antic seperti piring tua, dan kain berang.
4. Interaksi Kepercayaan Suku Naulu dengan Agama-agama lain
Suku naulu dan suku huaulu sebenarnya masih berada dalam satu nenek moyang. Konon, pada jaman dahulu mereka berasal dari satu ayah ayah dengan ibuyang berbeda. Karena permasalahan adat, maka keduanya dipisahkan dengan tujuab satu ke utara dan satunya keselatan. Sejak itu, kedua suku ini berkembang pesat menjadi naulu dan huaulu. Kekerabatan mereka tidak hanya ada di cerita, namun juga Nampak dari beberapa tradisi mereka yang memiliki kesamaan, termasuk kain merah yang disebut kain berang yang wajib dipakai oleh setiap laki-laki dewasa dalam suku. Salah satu yang paling menonjol diantara kedua suku ini adalah suku naulu. Suku yang hidup di pulai selatan pulai seram, tepatnya di dua negri atau dusun Sep dan Luanea. Dusun Sepa memiliki lokasi yang lebih dekat dengan kehidupan modern, sehingga suku Naulu yang hidup di dusun ini cenderung lebih modern dan lebih maju dalam pembangunan dusunnya. Untuk diketahui, dusun Sepa memiliki lima pemukiman yaitu, Bonara, Naulu lama, Hauwalan, yalahatan, dan rouha. [12]
BAB III
KESIMPULAN
Pulau Seram adalah pulau yang mempunyai luas kira-kira 18.625 KM. Pulau Maluku terletak di Wilayah Indonesia bagian Timur mempunyai posisi geografis yang strategis, yang terletak memanjang dari utara ke selatan pada 3° Lintang Utara 9°Lintang Selatan dan dari barat ke timur 124° Bujur Timur dan 137° Bujur Timur. Luas daerahMaluku ± 85.728 km dan terdiri dari 999 buah pulau. Pulau Seram adalah pulau yang tertua struktur geoligisnya dibandingkan pulau lainnya di daerah Maluku. Pulau Seram yang terkenal oleh penduduk Maluku Tengah dengan sebutan “NUSAINA” atau “PULAU IBU” adalah merupakan pusat penyebaran penduduk ke pulau-pulau sekitarnya antara lain pulau Ambon, pulau Haruku dan pulau Saparua pulau ini adalah pulau terbesar di Provinsi Maluku.
Pada zaman dahulu, telah terjadi perselisihan diantara klan, dan mengakibatkan para kepala suku bersepakat untuk pindah ke pantai, tetapi mareka masih dalam keadaan bingung dalam memilih pantai yang akan menjadi tempat tinggal mereka. selain tempat, mereka juga mencari arah matahari yang akan menjadi acuan mereka, dari mana matahari terbit dan diamana matahari terbenam. Kemudian masing-masing kepala suku berbutan tempat, sehingga mengakibatkan mereka berselisih lagi dan mereka pu kembali ke Pia Weno di Amatrino. Setelah lama mereka tinggal di tempat itu, kemudian merka melakukan hubungan dengan raja Sepa, dan memohon untuk hidup berdampingan, sang raja pun tak keberatan dengan permintaan mereka, asalkan mereka memenuhi syarat-syarat yang diajukan oleh Raja.
Suku Naulu (Foto) :
Suku Naulu (Foto) :
1.1 (Gambar) Rumah Panjang, Rumah Adat Suku Naulu
Sumber : https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/tradisi-suku-naulu-dan-modernisasi-masa-kini
Sumber : https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/tradisi-suku-naulu-dan-modernisasi-masa-kini
1.2 (Gambar) Peta dan Gambaran Suku Naulu
Sumber : http://www.mollucastimes.com/2016/05/mutilasi-tradisi-angker-suku-naulu-di.html
Sumber : http://www.mollucastimes.com/2016/05/mutilasi-tradisi-angker-suku-naulu-di.html
1.3 (Gambar) Tradisi Potong Kepala oleh suku naulu
sumber : http://www.riauonline.co.id/riau/kota-pekanbaru/read/2016/12/01/mengenal-suku-naulu-pemilik-tradisi-berburu-dan-penggal-kepala
Suku Naulu (Video) :
1.1 (Video) Gambaran tentang tradisi suku naulu (Potong Kepala)
Durasi : 00:59 Menit
Video ini bercerita tentang : suku yang memiliki tradisi yang cukup mengerikan yaitu berburu kepala manusia sebagai persembahan untuk nenek moyang. Tradisi inilah yang membuat mereka dianggap sebagai suku primitif. Tentu saja tidak ada penjelasan logis di balik aksi penggal kepala ini, namun mereka yakin bahwa ini adalah tradisi yang mutlak harus dilakukan agar terhindar dari bahaya atau musibah. Selain itu, penggal kepala juga dianggap sebagai kebanggaan dan simbol kekuasaan.
1.2 (video) Gambaran tentang akses menuju P.Seram Tempat Tinggal Suku Naulu
Durasi : 01:42 Menit
Video ini bercerita tentang letak geografis Suku Naulu tersebar di dua wilayah Pulau Seram, yaitu Dusun Nuanea dan Dusun Sepa. Karena lokasi yang jauh dari pusat kota, masyarakat suku ini pun masih hidup dengan cara tradisional. Seperti manusia pedalaman, suku ini hidup dengan cara berladang dan berburu. Beberapa di antaranya masih nomaden (hidup berpindah-pindah).
3.7. DAFTAR PUSTAKA :
Badan penelitian dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen agama.)
http://www.indonesia-kaya.com/kanal/detail/tradisi-suku-naulu-dan -modernisasi-masa-kini
Badan penelitian dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen agama.)
https://www.google.com/search?q=rumah+adat+suku+naulu&client=firefox-beta&rls=org.mozilla.
[1] Badan penelitian dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen agama.) hal:103
[2] Badan penelitian dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen agama.) hal:103-104
[3] Badan penelitian dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen agama.) hal:104
[4] Badan penelitian dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen agama.) hal:105
[5] Badan penelitian dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen agama.) hal: 107-108.
[6] Badan penelitian dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen agama.) hal: 109.
[7] Badan penelitian dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen agama.) hal: 110..
[8] Badan penelitian dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen agama.) hal: 110-111.
[9] Badan penelitian dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen agama.) hal: 111.
[10] Badan penelitian dan perkembangan agama departemen agama RI 1999 tradisi kepercayaan LOkal pada beberapa suku di Indonesia, (badan litbang agama departemen agama.) hal: 112.
[12] http://www.indonesia-kaya.com/kanal/detail/tradisi-suku-naulu-dan -modernisasi-masa-kini. Diakses pada tgl 17 maret 2016. Jam: 16:30 WIB.
Komentar
Posting Komentar